Rabu, 12 Februari 2020

Pengertian Pemberdayaan Manusia


Pertemuan ke 2
Kelas 12 IPS 2
Materi                                   Pengertian Pemberdayaan Manusia





                                                                                                           Pengertian Pemberdayaan Masyarakat.
            Sulistiyani (2004 : 77) secara etimologis pemberdayaan berasal dari kata dasar “daya” yang berarti kekuatan atau kemampuan. Bertolak dari pengertian tersebut, maka pemberdayaan dapat dimaknai sebagai suatu proses menuju berdaya atau proses pemberian daya (kekuatan/kemampuan) kepada pihak yang belum berdaya. Kedua pengertian tentang masyarakat, menurut Soetomo (2011 : 25) masyarakat adalah sekumpulan orang yang saling berinteraksi secara kontinyu, sehingga terdapat relasi sosial yang terpola, terorganisasi.
Pemberdayaan masyarakat merupakan suatu proses di mana masyarakat, khususnya mereka yang kurang memiliki akses ke sumber daya pembangunan, didorong untuk meningkatkan kemandiriannya di dalam mengembangkan perikehidupan mereka. Pemberdayaan masyarakat juga merupakan proses siklus terus-menerus, proses partisipatif di mana anggota masyarakat bekerja sama dalam kelompok  formal maupun informal untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman serta berusaha mencapai tujuan bersama. Jadi, pemberdayaan masyarakat lebih merupakan suatu proses”.
dalam penelitian ini pemberdayaan dapat diartikan sebagai upaya membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki serta berupaya untuk mengembangkannya sehingga masyarakat dapat mencapai kemandirian. Kemudian dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan daya atau kekuatan pada masyarakat dengan cara memberi dorongan, peluang, kesempatan, dan perlindungan dengan tidak mengatur dan mengendalikan kegiatan masyarakat yang diberdayakan untuk mengembangkan potensinya sehingga masyarakat tersebut dapat meningkatkan kemampuan dan mengaktualisasikan diri atau berpartisipasi melalui berbagai aktivitas.
                                                                  Tujuan  Pemberdayaan Masyarakat
             Tujuan yang ingin dicapai dari pemberdayaan masyarakat menurut Sulistiyani (2004 : 80) adalah untuk membentuk individu dan masyarakat menjadi mandiri. Kemandirian tersebut meliputi kemandirian berfikir, bertindak, dan mengendalikan apa yang mereka lakukan tersebut. Untuk mencapai kemandirian masyarakat diperlukan sebuah proses. Melalui proses belajar maka secara bertahap masyarakat akan memperoleh kemampuan atau daya dari waktu ke waktu.
Tujuan pemberdayaan adalah memampukan dan memandirikan masyarakat terutama dari kemiskinan, keterbelakangan, kesenjangan, dan ketidakberdayaan. Kemiskinan dapat dilihat dari indikator pemenuhan kebutuhan dasar yang belum mencukupi/layak. Kebutuhan dasar itu, mencakup pangan, pakaian, papan, kesehatan, pendidikan, dan transportasi. Sedangkan keterbelakangan, misalnya produktivitas yang rendah, sumberdaya manusia yang lemah, kesempatan pengambilan keputusan yang terbatas.
                                               Strategi dan Pendekatan Pemberdayaan Masyarakat
            ada beberapa strategi yangdapat menjadi pertimbangan untuk dipilih dan kemudian diterapkan dalam pemberdayaan masyarakat, yaitu menciptakan iklim, memperkuat daya, dan melindungi.
Dalam upaya memberdayakan masyarakat dapat dilihat  dari tiga sisi, yaitu ; pertama,  menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan  potensi masyarakat berkembang (enabling). Disini titik tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap manusia memiliki potensi atau daya yang dapat dikembangkan.Kedua, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat (empowering), upaya yang amat pokok adalah peningkatan taraf pendidikan, dan derajat kesehatan, serta akses ke dalam sumber-sumber kemajuan ekonomi seperti modal, lapangan kerja, dan pasar. Ketiga, memberdayakan mengandung pula arti melindungi. Dalam proses pemberdayaan, harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah.
                                        Prinsip-prinsip Pemberdayaan Masyarakat
Untuk melakukan pemberdayaan masyarakat secara umum dapat diwujudkan dengan menerapkan prinsip-prinsip dasar pendampingan masyarakat, sebagai berikut :
      a.       Belajar Dari Masyarakat Prinsip yang paling mendasar adalah prinsip bahwa untuk melakukan pemberdayaan masyarakat adalah dari, oleh, dan untuk masyarakat. Ini berarti, dibangun pada pengakuan serta kepercayaan akan nilai dan relevansi pengetahuan tradisional masyarakat serta kemampuan masyarakat untuk memecahkan masalah-masalahnya sendiri.
      b.       Pendamping sebagai FasilitatorMasyarakat sebagai Pelaku Konsekuensi dari prinsip pertama adalah perlunya pendamping menyadari perannya sebagai fasilitator dan bukannya sebagai pelaku atau guru. Untuk itu perlu sikap rendah hati serta ketersediaan untuk belajar dari masyarakat dan menempatkan warga masyarakat sebagai narasumber utama dalam memahami keadaan masyarakat itu. Bahkan dalam penerapannya masyarakat dibiarkan mendominasi kegiatan. Kalaupun pada awalnya peran pendamping lebih besar, harus diusahakan agar secara bertahap peran itu bisa berkurang dengan mengalihkan prakarsa kegiatan-kegiatan pada warga masyarakat itu sendiri. 
      c.       Saling Belajar Saling Berbagi Pengalaman Salah satu prinsip dasar pendampingan untuk pemberdayaan masyarakat adalah pengakuan akan pengalaman dan pengetahuan tradisional masyarakat. Hal ini bukanlah berarti bahwa masyarakat selamanya benar dan harus dibiarkan tidak berubah. Kenyataan objektif telah membuktikan bahwa dalam banyak hal perkembangan pengalaman dan pengetahuan tradisional masyarakat tidak sempat mengejar perubahan-perubahan yang terjadi dan tidak lagi dapat memecahkan masalah-masalah yang berkembang. Namun sebaliknya, telah terbukti pula bahwa pengetahuan modern dan inovasi dari luar yang diperkenalkan oleh orang luar tidak juga memecahkan masalah mereka.\
                                               Tujuan Perencanaan
  Tujuan perencanaan dari masing-masing proses perencanaan sebagai berikut:
        1.      Perencanaan teknokrat
Tujuannya untuk membangun perencanaan strategis dan perencanaan kontingensi, menetapkan ketentuan-ketentuan, standar, prosedur petunjuk pelaksanaan serta evaluasi, pelaporan dan langkah taktis untuk menopang organisasi (Tomatala, 2010).
        2.      Perencanaan partisipatif   :  Tujuannya agar masyarakat diharapkan mampu mengetahui permasalahannya sendiri di lingkungannya, menilai potensi SDM dan SDA yang tersedia, dan merumuskan solusi yang paling menguntungkan.
          3 .      Perencanaan top down
Tujuannya adalah untuk menyeragamkan “corak”, karena perencanaan top down menurut Djunaedi (2000) dalam kegiatan perencanaan kota dan daerah dilakukan dengan mengacu pada corak yang seragam yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan mengikuti “juklak dan juknis” (petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis).
          4.      Perencanaan bottom up
Tujuan adalah untuk menghimpun masukan dari “bawah”, karena menurut Sumarsono (2010), apabila di Indonesia perencanaan bottom up dimulai dari tingkat desa, yang biasanya dihadiri oleh mereka yang ditunjuk peraturan perundangan ataupun kebijakan lain, misalnya melalui kegiatan Musyawarah Pembangunan Desa (Musbangdes) atau Musyawarah Rencana Pembangunan Desa (Musrenbangdes).

Pertemuan ke 4
Kelas 12 IPS 1
Materi                     Pendekatan  sistem dalam Evaluasi pemberdayaan Komunitas



          MENGEVALUASI AKSI PEMBERDAYAAN KOMUNITAS SEBAGAI BENTUK KEMANDIRIAN DALAM MENYIKAPI KETIMPANGAN SOSIAL

A.    Konsep-­Konsep Pemantauan dan Evaluasi Pemberdayaan Komunitas
1.      Pengertian Evaluasi Pemberdayaan Komunitas Kata “evaluasi” dalam kehidupan sehari-hari sering diartikan sebagai padanan istilah dari “penilaian”, yaitu suatu tindakan pengambilan keputusan untuk menilai suatu objek, keadaan, peristiwa, atau kegiatan tertentu yang sedang diamati (Hornby dan Parnwell, 1972). Pokok­-pokok pengertian tentang evaluasi.
a.       Evaluasi adalah kegiatan pengamatan dan analisis terhadap suatu keadaan, peristiwa, gejala alam, atau sesuatu objek
b.      Membandingkan segala sesuatu yang kita amati dengan pengalaman atau pengetahuan yang telah kita ketahui dan atau miliki
c.       Melakukan penilaian, atas segala sesuatu yang diamati, berdasarkan hasil perbandingan atau pengukuran yang dilakukan
Kegiatan evaluasi selalu mencakup kegiatan berikut.
a.       Observasi (pengamatan)
b.      Membanding­bandingkan antara hasil pengamatan dengan pedoman yang ada atau telah ditetapkan lebih dahulu
c.       Pengambilan keputusan atau penilaian atas objek yang diamati
Kegiatan evaluasi merupakan kegiatan yang terencana dan sistematis yang meliputi hal­hal berikut.
a.       Pengamatan untuk pengumpulan data atau fakta
b.      Penggunaan “pedoman” yang telah ditetapkan
c.       Pengukuran atau membandingkan hasil pengamatan dengan pedoman­pedoman yang sudah ditetapkan terlebih dahulu
d.      Penilaian dan pengambilan keputusan
Evaluasi harus “objektif”, dalam arti harus dilakukan berdasarkan data atau fakta, bukan berdasarkan praduga atau intuisi seseorang. Evaluasi juga harus menggunakan pedoman­pedoman tertentu yang telah ditetapkan terlebih dahulu.
2.      Ragam Evaluasi dan Aksi Pemberdayaan Komunitas
a.       Evaluasi Formatif dan Evaluasi Sumatif
Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilaksanakan terhadap program atau kegiatan yang telah dirumuskan, sebelum program atau kegiatan itu sendiri dilaksanakan. Sedangkan evaluasi sumatif merupakan kegiatan evaluasi yang dilakukan setelah program selesai dilaksanakan.
b.      On­Going Evaluation dan Ex­Post Evaluation
On­going evaluation adalah evaluasi yang dilaksanakan pada saat program atau kegiatan itu masih/sedang dilaksanakan, yang dimaksudkan untuk mengetahui ada/tidaknya penyimpangan pelaksanaan kegiatan dibanding program atau rencana yang telah ditetapkan. Sedangkan ex­post evaluation sebenarnya sama dengan evaluasi sumatif, yaitu evaluasi yang dilaksanakan pada saat program atau kegiatan yang direncanakan telah selesai dikerjakan.
c.       Evaluasi Intern dan Evaluasi Ekstern
Ditinjau dari pelaksana kegiatan evaluasi, kegiatan evaluasi dibedakan antara evaluasi intern dan evaluasi ekstern. Pada evaluasi intern, pengambilan inisiatif diadakannya evaluasi maupun pelaksanaan kegiatan evaluasi adalah orang­orang atau aparat yang terlibat langsung dengan program yang bersangkutan. Sementara itu, evaluasi ekstern adalah evaluasi yang dilaksanakan oleh pihak luar (di luar organisasi pemilik/pelaksana program) meskipun inisiatif dilakukanya evaluasi dapat muncul dari kalangan orang luar, atau justru diminta oleh organisasi pemilik/pelaksana program yang bersangkutan.
d.      Evaluasi Teknis dan Evaluasi Ekonomi
Dilihat dari aspek kegiatan yang dievaluasi, dikenal adanya evaluasi teknis (fisik). Evaluasi teknis (fisik) adalah kegiatan evaluasi yang penerima manfaat dan ukurannya menggunakan ukuran­ukuran teknis (fisik). Sementara itu, evaluasi ekonomi atau keuangan, penerima manfaatnya adalah pengelolaan keuangan dan penerima ini menggunakan ukuran­-ukuran ekonomi.
e.       Evaluasi Program, Pemantauan Program, dan Evaluasi Dampak Program
1.      Evaluasi Program, adalam evaluasi yang dilakukan untuk mengkaji kembali draft/usulan program yang sudah dirumuskan sebelum program itu dilaksanakan.
2.      Pemantauan Program, diartikan sebagai proses pengumpulan informasi (data dan fakta) dan pengambilan keputusan­keputusan yang terjadi selama proses pelaksanaan program.
3.      Evaluasi Dampak Program, sebagian besar kegiatan evaluasi umumnya diarahkan untuk mengevaluasi tujuan program atau dampak kegiatan yang telah dihasilkan oleh pelaksanaan program yang telah direncanakan.
f.       Evaluasi Proses dan Evaluasi Hasil
1.      Evaluasi proses adalah evaluasi yang dilakukan untuk mengevaluasi seberapa jauh proses kegiatan yang telah dilaksanakan itu sesuai (dalam arti kuantitatif ataupun kualitatif) dengan proses kegiatan yang seharusnya dilaksanakan sesuai yang dirumuskan dalam programnya.
2.      Evaluasi hasil adalah evaluasi yang dilakukan untuk mengevaluasi tentang seberapa jauh tujuan­tujuan yang direncanakan telah dapat dicapai, baik dalam pengertian kuantitatif maupun kualitatif.
3.      Tujuan Evaluasi dan Aksi Pemberdayaan Komunitas Pada dasarnya tujuan evaluasi adalah untuk mengetahui seberapa jauh kegiatan­kegiatan yang dilaksanakan telah sesuai atau menyimpang dari pedoman yang telah ditetapkan.
4.      Kegunaan Evaluasi Pemberdayaan Komunitas
a.       Kegunaan operasional
1.      Dengan evaluasi kita dapat mengetahui cara yang tepat untuk mencapai tujuan yang dikehendaki dan sekaligus dapat mengidentifikasi faktor­faktor kritis (critical factors) yang sangat menentukan keberhasilan kegiatan (pemberdayaan) yang dilakukan.
2.      Melalui evaluasi, dapat kita lakukan perubahan­perubahan, modifikasi dan supervise terhadap kegiatan yang dilaksanakan
3.      Melalui evaluasi akan dapat dikembangkan tujuan­tujuan serta analisis informasi yang bermanfaat bagi pelaporan kegiatan
b.      Kegunaan analitis bagi pengembangan program
1.      Untuk mengembangkan dan mempertajam tujuan program dan perumusannya
2.      Untuk menguji asumsi­asumsi yang digunakan, dan untuk lebih menegaskannya lagi secara eksplisit
3.      Untuk membantu dalam mengkaji ulang proses kegiatan demi tercapainya tujuan akhir yang dikehendaki
         c.       Kegunaan kebijakan
        1.      Berlandaskan hasil evaluasi dapat dirumuskan kembali, strategi pembangunan, pendekatan yang digunakan, serta asumsi­asumsi dan hipotesis­hipotesis yang akan diuji
        2.      Untuk menggali dan meningkatkan kemampuan pengetahuan tentang hubungan antarkegiatan pembangunan, yang sangat bermanfaat bagi peningkatan efektivitas dan efisiensi kegiatan di masa­masa mendatang 5.
         5.      Landasan Evaluasi Pemberdayaan Komunitas
        a.       Evaluasi dilandasi oleh keinginan untuk mengetahui sesuatu
        b.      Menjungjung tinggi nilai­nilai kebenaran
        c.       Objektif

            B.     Prinsip­-Prinsip Evaluasi Aksi Pemberdayaan Komunitas
       1.      Kegiatan evaluasi harus merupakan bagian integral yang tak terpisahkan dari kegiatan perencanaan program artinya tujuan evaluasi harus selaras dengan tujuan yang ingin dicapai yang telah dinyatakan dalam perencanaan programnya.
       2.      Setiap evaluasi harus memenuhi persyaratan berikut
           a.       Objektif
           b.      Menggunakan pedoman tertentu yang telah dibakukan (standarized)
           c.       Menggunakan metode pengumpulan data yang tepat dan teliti
           d.      Menggunakan alat ukur yang tepat (valid, sahih) dan dapat dipercaya (teliti, reliable)
        3.      Setiap evaluasi harus menggunakan alat ukur yang berbeda untuk mengukur tujuan evaluasi yang berbeda pula.
        4.      Evaluasi harus dinyatakan dalam bentuk data kuantitatif dan uraian kualitatif
        5.      Evaluasi harus efektif dan efisien

        C.     Kualifikasi Evaluasi Aksi Pemberdayaan Komunitas Untuk memperoleh hasil evaluasi yang baik, setiap evaluasi harus dilaksanakan agar memenuhi persyaratan berikut ini.

        1.      Memiliki tujuan jelas dan spesifik
        2.      Menggunakan instrumen yang tepat dan teliti
        3.      Memberikan gambaran jelas tentang perubahan perilaku penerima manfaat
        4.      Evaluasi harus praktis
        5.      Objektif

         D.    Pendekatan dalam Pelaksanaan Evaluasi Aksi Pemberdayaan Komunitas

        1.      Pendekatan Kebutuhan, artinya harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat penerima manfaat
        2.      Pendekatan Informan Kunci (Key Informan), pengumpulan data dibatasi pada informan kunci yang biasanya terdiri dari tokoh­tokoh masyarakat setempat yang menguasai tentang kebutuhan dan hal­hal yang dirasakan oleh masyarakat penerima manfaat
        3.      Pendekatan Forum Masyarakat
        4.      Pendekatan Indikator, dengan membatasi pada sejumlah indikator­indikator yang strategis
        5.      Survei dan Sensus

        E.     Pendekatan Sistem dalam Evaluasi Pemberdayaan Komunitas Mengacu pada pengertian tentang pemberdayaan dan analisis tentang pendidikan sebagai suatu sistem, kegiatan pemberdayaan dapat dipandang sebagai suatu sistem pendidikan, yang terdiri atas,
        1.      Raw input atau bahan baku yang berupa penerima manfaat didik atau masyarakat yang menjadi penerima manfaat pemberdayaan
        2.      Instrumen input, atau perlengkapan yang berupa: fasilitator, materi pemberdayaan, metode pemberdayaan, dan keadaan kegiatan pemberdayaan
        3.      Environment input, atau lingkungan (sosial, ekonomi, budaya) asal masyarakat yang menjadi penerima manfaat pemberdayaan
        4.      Proses pemberdayaan itu sendiri
        5.      Output atau hasil pemberdayaan yang berupa hasil langsung (perubahan perilaku) dan hasil akhir (peningkatan produktivitas, pendapatan, dan kesejahteraan masyarakat penerima manfaat)
Oleh karenanya diperlukan adanya evaluasi yang diarahkan untuk mengevaluasi keseluruhan unsur (sub sistem) dari sistem pemberdayaan itu,
a. Evaluasi kebijaksanaan (tujuan) program
b. Evaluasi proses (belajar­mengajar) yang diprogramkan
c. Evaluasi logistik yang diperlukan
d. Evaluasi sistem pengawasan
                     F.      Pendekatan dalam Pelaksanaan Pemantauan Aksi Pemberdayaan Komunitas
Beberapa pendekatan yang dapat diterapkan untuk melaksanakan pemantauan, yaitu
        1.      Penggunaan catatan­catatan atau rekaman data, yaitu kegiatan pemantauan yang dilakukan dengan membandingkan catatan jadwal kegiatan (termasuk targettargetnya), dengan informasi yang dapat dikumpulkan selama pelaksanaan program.
        2.      Survei terhadap peserta program atau penerima manfaat dan pemangku kepentingan yang lain.
         3.      Survei terhadap seluruh warga masyarakat, baik yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam program pemberdayaan.
G.    Pendekatan dalam Evaluasi Dampak Program Aksi Pemberdayaan Komunitas Pelaksanaan evaluasi terhadap dampak program bertujuan untuk menilai seberapa jauh tingkat efektivitas program dan dampaknya terhadap masyarakat penerima manfaat, baik yang terlibat langsung dalam pelaksanaan program maupun tidak. Ada beberapa pendekatan dalam evaluasi dampak program aksi pemberdayaan komunitas, yaitu:
1.      Pendekatan Eksperimental, dengan merancang kegiatan evaluasi sebagai suatu riset eksperimental
2.      Pendekatan yang Berorientasi pada Tujuan (Goal Orientation Approach), dilakukan dalam evaluasi keberhasilan atau ketercapaian tujuan kegiatan, yang memfokuskan kepada indikator­indikator ketercapaian tujuan yang telah ditetapkan.
3.      Pendekatan yang Berfokus pada Keputusan (The Decision Focused Approach), ditujukan untuk pengelola program, bagi pengambilan keputusan­keputusan yang terkait dengan keberlanjutan program (perbaikan, pengembangan penghentian, dan lain­lain)
4.      Pendekatan yang Berorientasi pada Pemakai (The User Focused Approach), mengutamakan pada penilaian tentang seberapa jauh tingkat korbanan dan atau kemanfaatan program bagi penerima manfaat, baik dilihat yang terkait dengan proses, hasil, maupun dampak kegiatannya
5.      Pendekatan yang Responsive (The Responsive Approach), sangat unik, karena evaluator harus mendengar informasi dari semua pemangku kepentingan untuk kemudian melakukan analisis dan sintesis melalui beragam sudut pandang yang dilatarbelakangi beragam kepentingan
6.      Pendekatan yang Bebas Tujuan (Goal Free Approach), pendekatan ini memberikan kebebasan untuk merumuskan tujuan dan metode evaluasinya.

       H.    Model-­Model Evaluasi Pemberdayaan Komunitas Model adalah abstraksi suatu entitas di mana abstraksi adalah penyederhanaan bentuk asli, dan entitas adalah suatu kenyataan atau keadaan keseluruhan suatu benda, proses, ataupun kejadian (Yaya dan Nandang, 2009). Dalam hubungan ini terdapat beragam model, yaitu:
       1.      Model fisik yaitu menggambarkan entitas dalam bentuk tiga dimensi
       2.      Model naratif yaitu menggambarkan entitas dalam bentuk lisan dan atau tulisan
       3.      Model grafik menggambarkan entitas dalam bentuk garis dan simbol
       4.      Model matematik yaitu menggambarkan entitas dengan menggunakan rumus­rumus persamaan tentang keterkaitan variabel
       5.      Model deskriptif, model ini menggambarkan situasi sebuah sistem tanpa rekomendasi dan peramalan
       6.      Model prediktif, model ini menunjukkan apa yang akan terjadi, bila sesuatu terjadi
       7.      Model normatif, model ini menyediakan jawaban terbaik terhadap satu persoalan. Model ini memberi rekomendasi tindakan­tindakan yang perlu diambil
       8.      Model ikonik, adalah model yang menirukan sistem aslinya, tetapi dalam suatu skala tertentu
        9.      Model analog, adalah suatu model yang menirukan sistem aslinya dengan hanya mengambil beberapa karakteristik utama dan menggambarkanya dengan benda atau sistem lain secara analog
       10.  Model simbolis, adalah suatu model yang menggambarkan sistem yang ditinjau dengan simbol­simbol biasanya dengan simbol­simbol matematis.
           I.       Pemberdayaan Komunitas untuk Mengatasi Ketimpangan Sosial

        1.      Mengatasi ketimpangan sosial berdasarkan kearifan lokal, pada dasarnya pemberdayaan komunitas untuk mengatasi ketimpangan sosial berdasarkan kearifan lokal ini sudah dapat kita temukan di berbagai daerah, contohnya budaya gotong royong dalam mendirikan rumah.
        2.      Mengatasi ketimpangan sosial berdasarkan kelestarian lingkungan, kelestarian lingkungan perlu dijaga untuk mencegah terjadinya ketimpangan sosial dalam suatu masyarakat. Kelestarian lingkungan alam yang tidak dijaga akan mengakibatkan semakin berkurangnya sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia
        3.      Mengatasi ketimpangan sosial berdasarkan pembangunan berkelanjutan, pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan manusia melalui pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana, eifisen, dan memerhatikan keberlangsungan pemanfaatannya baik untuk generasi masa kini maupun generasi yang akan datang.
          J.       Aksi Pemberdayaan Masyarakat Sebagai Bentuk Kemandirian Dalam Menyikapi Ketimpangan Sosial  
Tujuan pemberdayaan masyarakat adalah memampukan dan memandirikan masyarakat terutama dari kemiskinan dan keterbelakangan / kesenjangan / ketidakberdayaan. Kemiskinan dapat dilihat dari indikator pemenuhan kebutuhan dasar yang belum mencukupi / layak. Kebutuhan dasar itu, mencakup pangan, pakaian, papan, kesehatan, pendidikan, dan transportasi. Sedangkan keterbelakangan, misalnya produktivitas yang rendah, sumberdaya manusia yang lemah, terbatasnya akses pada tanah padahal ketergantungan pada sektor pertanian masih sangat kuat, melemahnya pasarpasarlokal / tradisional karena dipergunakan untuk memasok kebutuhan perdagangan internasional.
Ada beberapa strategi yang dapat menjadi pertimbangan untuk dipilih dan kemudian diterapkan dalam pemberdayaan masyarakat, yaitu
       1.      menciptakan iklim,
       2.      memperkuat daya, dan
       3.      melindungi.
         Pemberdayaan masyarakat bukan membuat masyarakat menjadi makin tergantung pada berbagai program pemberian (charity). Karena, pada dasarnya setiap apa yang dinikmati harus dihasilkan atas usaha sendiri (yang hasilnya dapat dipertukarkan dengan pihak lain). Dengan demikian tujuan akhirnya adalah memandirikan masyarakat, memampukan, dan membangun kemampuan untuk memajukandiri ke arah kehidupan yang lebih baik secara berkesinambungan.

        K.    Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Kearifan Lokal di Era Globalisasi 
        Secara umum local wisdom (kearifan setempat) dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya, sehingga hal tersebut dapat dipahami sebagai usaha manusia dengan menggunakan akal budinya (kognisi) untuk bertindak dan bersikap terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa yang terjadi dalam ruang tertentu.
           Pengertian di atas, disusun secara etimologi, di mana wisdom dipahami sebagai kemampuan seseorang dalam menggunakan akal pikirannya dalam bertindak atau bersikap sebagai hasil penilaian terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa yang terjadi. Sebagai sebuah istilah wisdom sering diartikan sebagai ‘kearifan/kebijaksanaan’. Kearifan lokal merupakan pengetahuan yang eksplisit yang muncul dari periode panjang yang berevolusi bersama-sama masyarakat dan lingkungannya dalam sistem lokal yang sudah dialami bersama-sama.
       Mereka mempunyai pemahaman, program, kegiatan, pelaksanaan terkait untuk mempertahankan, memperbaiki, mengembangkan unsur kebutuhan mereka, dengan memperhatikan lingkungan dan sumber daya manusia yang terdapat pada warga mereka.  Masyarakat majemuk tanpa konflik jika dipahami secara sepintas merupakan format kehidupan sosial yang mengedepankan semangat demokratis dan menjunjung tinggi nilai-nilai hak asasi manusia.  Dalam masyarakat majemuk yang tanpa konflik, warga bekerjasama membangun ikatan sosial, jaringan produktif dan solidaritas kemanusiaan yang bersifat non-govermental untuk mencapai kebaikan bersama. Beberapa indikator yang dapat digunakan sebagai ukuran dalam mewujudkan tercapainya masyarakat majemuk tanpa konflik, yaitu:
        1.      terpeliharanya eksistensi agama atau ajaran-ajaran yang ada dalam masyarakat;
        2.      terpelihara dan terjaminnya keamanan,ketertiban, dan keselamatan;
        3.      tegaknya kebebasan berpikir yang jernih dan sehat;
        4.      terbangunnya eksistensi kekeluargaan yang tenang dan tenteram dengan penuh toleransi dan tenggang rasa e. terbangunnya kondisi daerah yang demokratis, santun, beradab serta bermoral tinggi; dan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar