Selasa, 26 November 2019

Evaluasi Aksi Pemberdayaan Komunitas


Pertemuan ke  2
Kelas 12 IPS1
Materi                                 Evaluasi  Aksi  Pemberdayaan  Komunitas





MENGEVALUASI AKSI PEMBERDAYAAN KOMUNITAS SEBAGAI BENTUK KEMANDIRIAN DALAM MENYIKAPI KETIMPANGAN SOSIAL

A.    Konsep-­Konsep Pemantauan dan Evaluasi Pemberdayaan Komunitas
1.      Pengertian Evaluasi Pemberdayaan Komunitas Kata “evaluasi” dalam kehidupan sehari-hari sering diartikan sebagai padanan istilah dari “penilaian”, yaitu suatu tindakan pengambilan keputusan untuk menilai suatu objek, keadaan, peristiwa, atau kegiatan tertentu yang sedang diamati (Hornby dan Parnwell, 1972). Pokok­-pokok pengertian tentang evaluasi.
a.       Evaluasi adalah kegiatan pengamatan dan analisis terhadap suatu keadaan, peristiwa, gejala alam, atau sesuatu objek
b.      Membandingkan segala sesuatu yang kita amati dengan pengalaman atau pengetahuan yang telah kita ketahui dan atau miliki
c.       Melakukan penilaian, atas segala sesuatu yang diamati, berdasarkan hasil perbandingan atau pengukuran yang dilakukan
Kegiatan evaluasi selalu mencakup kegiatan berikut.
a.       Observasi (pengamatan)
b.      Membanding­bandingkan antara hasil pengamatan dengan pedoman yang ada atau telah ditetapkan lebih dahulu
c.       Pengambilan keputusan atau penilaian atas objek yang diamati
Kegiatan evaluasi merupakan kegiatan yang terencana dan sistematis yang meliputi hal­hal berikut.
a.       Pengamatan untuk pengumpulan data atau fakta
b.      Penggunaan “pedoman” yang telah ditetapkan
c.       Pengukuran atau membandingkan hasil pengamatan dengan pedoman­pedoman yang sudah ditetapkan terlebih dahulu
d.      Penilaian dan pengambilan keputusan
Evaluasi harus “objektif”, dalam arti harus dilakukan berdasarkan data atau fakta, bukan berdasarkan praduga atau intuisi seseorang. Evaluasi juga harus menggunakan pedoman­pedoman tertentu yang telah ditetapkan terlebih dahulu.
2.      Ragam Evaluasi dan Aksi Pemberdayaan Komunitas
a.       Evaluasi Formatif dan Evaluasi Sumatif
Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilaksanakan terhadap program atau kegiatan yang telah dirumuskan, sebelum program atau kegiatan itu sendiri dilaksanakan. Sedangkan evaluasi sumatif merupakan kegiatan evaluasi yang dilakukan setelah program selesai dilaksanakan.
b.      On­Going Evaluation dan Ex­Post Evaluation
On­going evaluation adalah evaluasi yang dilaksanakan pada saat program atau kegiatan itu masih/sedang dilaksanakan, yang dimaksudkan untuk mengetahui ada/tidaknya penyimpangan pelaksanaan kegiatan dibanding program atau rencana yang telah ditetapkan. Sedangkan ex­post evaluation sebenarnya sama dengan evaluasi sumatif, yaitu evaluasi yang dilaksanakan pada saat program atau kegiatan yang direncanakan telah selesai dikerjakan.
c.       Evaluasi Intern dan Evaluasi Ekstern
Ditinjau dari pelaksana kegiatan evaluasi, kegiatan evaluasi dibedakan antara evaluasi intern dan evaluasi ekstern. Pada evaluasi intern, pengambilan inisiatif diadakannya evaluasi maupun pelaksanaan kegiatan evaluasi adalah orang­orang atau aparat yang terlibat langsung dengan program yang bersangkutan. Sementara itu, evaluasi ekstern adalah evaluasi yang dilaksanakan oleh pihak luar (di luar organisasi pemilik/pelaksana program) meskipun inisiatif dilakukanya evaluasi dapat muncul dari kalangan orang luar, atau justru diminta oleh organisasi pemilik/pelaksana program yang bersangkutan.
d.      Evaluasi Teknis dan Evaluasi Ekonomi
Dilihat dari aspek kegiatan yang dievaluasi, dikenal adanya evaluasi teknis (fisik). Evaluasi teknis (fisik) adalah kegiatan evaluasi yang penerima manfaat dan ukurannya menggunakan ukuran­ukuran teknis (fisik). Sementara itu, evaluasi ekonomi atau keuangan, penerima manfaatnya adalah pengelolaan keuangan dan penerima ini menggunakan ukuran­-ukuran ekonomi.
e.       Evaluasi Program, Pemantauan Program, dan Evaluasi Dampak Program
1.      Evaluasi Program, adalam evaluasi yang dilakukan untuk mengkaji kembali draft/usulan program yang sudah dirumuskan sebelum program itu dilaksanakan.
2.      Pemantauan Program, diartikan sebagai proses pengumpulan informasi (data dan fakta) dan pengambilan keputusan­keputusan yang terjadi selama proses pelaksanaan program.
3.      Evaluasi Dampak Program, sebagian besar kegiatan evaluasi umumnya diarahkan untuk mengevaluasi tujuan program atau dampak kegiatan yang telah dihasilkan oleh pelaksanaan program yang telah direncanakan.
f.       Evaluasi Proses dan Evaluasi Hasil
1.      Evaluasi proses adalah evaluasi yang dilakukan untuk mengevaluasi seberapa jauh proses kegiatan yang telah dilaksanakan itu sesuai (dalam arti kuantitatif ataupun kualitatif) dengan proses kegiatan yang seharusnya dilaksanakan sesuai yang dirumuskan dalam programnya.
2.      Evaluasi hasil adalah evaluasi yang dilakukan untuk mengevaluasi tentang seberapa jauh tujuan­tujuan yang direncanakan telah dapat dicapai, baik dalam pengertian kuantitatif maupun kualitatif.
3.      Tujuan Evaluasi dan Aksi Pemberdayaan Komunitas Pada dasarnya tujuan evaluasi adalah untuk mengetahui seberapa jauh kegiatan­kegiatan yang dilaksanakan telah sesuai atau menyimpang dari pedoman yang telah ditetapkan.
4.      Kegunaan Evaluasi Pemberdayaan Komunitas
a.       Kegunaan operasional
1.      Dengan evaluasi kita dapat mengetahui cara yang tepat untuk mencapai tujuan yang dikehendaki dan sekaligus dapat mengidentifikasi faktor­faktor kritis (critical factors) yang sangat menentukan keberhasilan kegiatan (pemberdayaan) yang dilakukan.
2.      Melalui evaluasi, dapat kita lakukan perubahan­perubahan, modifikasi dan supervise terhadap kegiatan yang dilaksanakan
3.      Melalui evaluasi akan dapat dikembangkan tujuan­tujuan serta analisis informasi yang bermanfaat bagi pelaporan kegiatan
b.      Kegunaan analitis bagi pengembangan program
1.      Untuk mengembangkan dan mempertajam tujuan program dan perumusannya
2.      Untuk menguji asumsi­asumsi yang digunakan, dan untuk lebih menegaskannya lagi secara eksplisit
3.      Untuk membantu dalam mengkaji ulang proses kegiatan demi tercapainya tujuan akhir yang dikehendaki
c.       Kegunaan kebijakan
1.      Berlandaskan hasil evaluasi dapat dirumuskan kembali, strategi pembangunan, pendekatan yang digunakan, serta asumsi­asumsi dan hipotesis­hipotesis yang akan diuji
2.      Untuk menggali dan meningkatkan kemampuan pengetahuan tentang hubungan antarkegiatan pembangunan, yang sangat bermanfaat bagi peningkatan efektivitas dan efisiensi kegiatan di masa­masa mendatang 5.
5.      Landasan Evaluasi Pemberdayaan Komunitas
a.       Evaluasi dilandasi oleh keinginan untuk mengetahui sesuatu
b.      Menjungjung tinggi nilai­nilai kebenaran
c.       Objektif
B.     Prinsip­-Prinsip Evaluasi Aksi Pemberdayaan Komunitas
1.      Kegiatan evaluasi harus merupakan bagian integral yang tak terpisahkan dari kegiatan perencanaan program artinya tujuan evaluasi harus selaras dengan tujuan yang ingin dicapai yang telah dinyatakan dalam perencanaan programnya.
2.      Setiap evaluasi harus memenuhi persyaratan berikut
a.       Objektif
b.      Menggunakan pedoman tertentu yang telah dibakukan (standarized)
c.       Menggunakan metode pengumpulan data yang tepat dan teliti
d.      Menggunakan alat ukur yang tepat (valid, sahih) dan dapat dipercaya (teliti, reliable)
3.      Setiap evaluasi harus menggunakan alat ukur yang berbeda untuk mengukur tujuan evaluasi yang berbeda pula.
4.      Evaluasi harus dinyatakan dalam bentuk data kuantitatif dan uraian kualitatif
5.      Evaluasi harus efektif dan efisien
C.     Kualifikasi Evaluasi Aksi Pemberdayaan Komunitas Untuk memperoleh hasil evaluasi yang baik, setiap evaluasi harus dilaksanakan agar memenuhi persyaratan berikut ini.
1.      Memiliki tujuan jelas dan spesifik
2.      Menggunakan instrumen yang tepat dan teliti
3.      Memberikan gambaran jelas tentang perubahan perilaku penerima manfaat
4.      Evaluasi harus praktis
5.      Objektif
D.    Pendekatan dalam Pelaksanaan Evaluasi Aksi Pemberdayaan Komunitas
1.      Pendekatan Kebutuhan, artinya harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat penerima manfaat
2.      Pendekatan Informan Kunci (Key Informan), pengumpulan data dibatasi pada informan kunci yang biasanya terdiri dari tokoh­tokoh masyarakat setempat yang menguasai tentang kebutuhan dan hal­hal yang dirasakan oleh masyarakat penerima manfaat
3.      Pendekatan Forum Masyarakat
4.      Pendekatan Indikator, dengan membatasi pada sejumlah indikator­indikator yang strategis
5.      Survei dan Sensus
E.     Pendekatan Sistem dalam Evaluasi Pemberdayaan Komunitas Mengacu pada pengertian tentang pemberdayaan dan analisis tentang pendidikan sebagai suatu sistem, kegiatan pemberdayaan dapat dipandang sebagai suatu sistem pendidikan, yang terdiri atas,
1.      Raw input atau bahan baku yang berupa penerima manfaat didik atau masyarakat yang menjadi penerima manfaat pemberdayaan
2.      Instrumen input, atau perlengkapan yang berupa: fasilitator, materi pemberdayaan, metode pemberdayaan, dan keadaan kegiatan pemberdayaan
3.      Environment input, atau lingkungan (sosial, ekonomi, budaya) asal masyarakat yang menjadi penerima manfaat pemberdayaan
4.      Proses pemberdayaan itu sendiri
5.      Output atau hasil pemberdayaan yang berupa hasil langsung (perubahan perilaku) dan hasil akhir (peningkatan produktivitas, pendapatan, dan kesejahteraan masyarakat penerima manfaat)
Oleh karenanya diperlukan adanya evaluasi yang diarahkan untuk mengevaluasi keseluruhan unsur (sub sistem) dari sistem pemberdayaan itu,

a. Evaluasi kebijaksanaan (tujuan) program
b. Evaluasi proses (belajar­mengajar) yang diprogramkan
c. Evaluasi logistik yang diperlukan
d. Evaluasi sistem pengawasan

F.      Pendekatan dalam Pelaksanaan Pemantauan Aksi Pemberdayaan Komunitas
Beberapa pendekatan yang dapat diterapkan untuk melaksanakan pemantauan, yaitu
1.      Penggunaan catatan­catatan atau rekaman data, yaitu kegiatan pemantauan yang dilakukan dengan membandingkan catatan jadwal kegiatan (termasuk targettargetnya), dengan informasi yang dapat dikumpulkan selama pelaksanaan program.
2.      Survei terhadap peserta program atau penerima manfaat dan pemangku kepentingan yang lain.
3.      Survei terhadap seluruh warga masyarakat, baik yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam program pemberdayaan.
G.    Pendekatan dalam Evaluasi Dampak Program Aksi Pemberdayaan Komunitas Pelaksanaan evaluasi terhadap dampak program bertujuan untuk menilai seberapa jauh tingkat efektivitas program dan dampaknya terhadap masyarakat penerima manfaat, baik yang terlibat langsung dalam pelaksanaan program maupun tidak. Ada beberapa pendekatan dalam evaluasi dampak program aksi pemberdayaan komunitas, yaitu:
1.      Pendekatan Eksperimental, dengan merancang kegiatan evaluasi sebagai suatu riset eksperimental
2.      Pendekatan yang Berorientasi pada Tujuan (Goal Orientation Approach), dilakukan dalam evaluasi keberhasilan atau ketercapaian tujuan kegiatan, yang memfokuskan kepada indikator­indikator ketercapaian tujuan yang telah ditetapkan.
3.      Pendekatan yang Berfokus pada Keputusan (The Decision Focused Approach), ditujukan untuk pengelola program, bagi pengambilan keputusan­keputusan yang terkait dengan keberlanjutan program (perbaikan, pengembangan penghentian, dan lain­lain)
4.      Pendekatan yang Berorientasi pada Pemakai (The User Focused Approach), mengutamakan pada penilaian tentang seberapa jauh tingkat korbanan dan atau kemanfaatan program bagi penerima manfaat, baik dilihat yang terkait dengan proses, hasil, maupun dampak kegiatannya
5.      Pendekatan yang Responsive (The Responsive Approach), sangat unik, karena evaluator harus mendengar informasi dari semua pemangku kepentingan untuk kemudian melakukan analisis dan sintesis melalui beragam sudut pandang yang dilatarbelakangi beragam kepentingan
6.      Pendekatan yang Bebas Tujuan (Goal Free Approach), pendekatan ini memberikan kebebasan untuk merumuskan tujuan dan metode evaluasinya.
H.    Model-­Model Evaluasi Pemberdayaan Komunitas Model adalah abstraksi suatu entitas di mana abstraksi adalah penyederhanaan bentuk asli, dan entitas adalah suatu kenyataan atau keadaan keseluruhan suatu benda, proses, ataupun kejadian (Yaya dan Nandang, 2009). Dalam hubungan ini terdapat beragam model, yaitu:
1.      Model fisik yaitu menggambarkan entitas dalam bentuk tiga dimensi
2.      Model naratif yaitu menggambarkan entitas dalam bentuk lisan dan atau tulisan
3.      Model grafik menggambarkan entitas dalam bentuk garis dan simbol
4.      Model matematik yaitu menggambarkan entitas dengan menggunakan rumus­rumus persamaan tentang keterkaitan variabel
5.      Model deskriptif, model ini menggambarkan situasi sebuah sistem tanpa rekomendasi dan peramalan
6.      Model prediktif, model ini menunjukkan apa yang akan terjadi, bila sesuatu terjadi
7.      Model normatif, model ini menyediakan jawaban terbaik terhadap satu persoalan. Model ini memberi rekomendasi tindakan­tindakan yang perlu diambil
8.      Model ikonik, adalah model yang menirukan sistem aslinya, tetapi dalam suatu skala tertentu
9.      Model analog, adalah suatu model yang menirukan sistem aslinya dengan hanya mengambil beberapa karakteristik utama dan menggambarkanya dengan benda atau sistem lain secara analog
10.  Model simbolis, adalah suatu model yang menggambarkan sistem yang ditinjau dengan simbol­simbol biasanya dengan simbol­simbol matematis.
I.       Pemberdayaan Komunitas untuk Mengatasi Ketimpangan Sosial
1.      Mengatasi ketimpangan sosial berdasarkan kearifan lokal, pada dasarnya pemberdayaan komunitas untuk mengatasi ketimpangan sosial berdasarkan kearifan lokal ini sudah dapat kita temukan di berbagai daerah, contohnya budaya gotong royong dalam mendirikan rumah.
2.      Mengatasi ketimpangan sosial berdasarkan kelestarian lingkungan, kelestarian lingkungan perlu dijaga untuk mencegah terjadinya ketimpangan sosial dalam suatu masyarakat. Kelestarian lingkungan alam yang tidak dijaga akan mengakibatkan semakin berkurangnya sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia
3.      Mengatasi ketimpangan sosial berdasarkan pembangunan berkelanjutan, pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan manusia melalui pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana, eifisen, dan memerhatikan keberlangsungan pemanfaatannya baik untuk generasi masa kini maupun generasi yang akan datang.
J.       Aksi Pemberdayaan Masyarakat Sebagai Bentuk Kemandirian Dalam Menyikapi Ketimpangan Sosial  
Tujuan pemberdayaan masyarakat adalah memampukan dan memandirikan masyarakat terutama dari kemiskinan dan keterbelakangan / kesenjangan / ketidakberdayaan. Kemiskinan dapat dilihat dari indikator pemenuhan kebutuhan dasar yang belum mencukupi / layak. Kebutuhan dasar itu, mencakup pangan, pakaian, papan, kesehatan, pendidikan, dan transportasi. Sedangkan keterbelakangan, misalnya produktivitas yang rendah, sumberdaya manusia yang lemah, terbatasnya akses pada tanah padahal ketergantungan pada sektor pertanian masih sangat kuat, melemahnya pasarpasarlokal / tradisional karena dipergunakan untuk memasok kebutuhan perdagangan internasional.
Ada beberapa strategi yang dapat menjadi pertimbangan untuk dipilih dan kemudian diterapkan dalam pemberdayaan masyarakat, yaitu
1.      menciptakan iklim,
2.      memperkuat daya, dan
3.      melindungi.
         Pemberdayaan masyarakat bukan membuat masyarakat menjadi makin tergantung pada berbagai program pemberian (charity). Karena, pada dasarnya setiap apa yang dinikmati harus dihasilkan atas usaha sendiri (yang hasilnya dapat dipertukarkan dengan pihak lain). Dengan demikian tujuan akhirnya adalah memandirikan masyarakat, memampukan, dan membangun kemampuan untuk memajukandiri ke arah kehidupan yang lebih baik secara berkesinambungan.

K.    Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Kearifan Lokal di Era Globalisasi 
        Secara umum local wisdom (kearifan setempat) dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya, sehingga hal tersebut dapat dipahami sebagai usaha manusia dengan menggunakan akal budinya (kognisi) untuk bertindak dan bersikap terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa yang terjadi dalam ruang tertentu.
           Pengertian di atas, disusun secara etimologi, di mana wisdom dipahami sebagai kemampuan seseorang dalam menggunakan akal pikirannya dalam bertindak atau bersikap sebagai hasil penilaian terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa yang terjadi. Sebagai sebuah istilah wisdom sering diartikan sebagai ‘kearifan/kebijaksanaan’. Kearifan lokal merupakan pengetahuan yang eksplisit yang muncul dari periode panjang yang berevolusi bersama-sama masyarakat dan lingkungannya dalam sistem lokal yang sudah dialami bersama-sama.
       Mereka mempunyai pemahaman, program, kegiatan, pelaksanaan terkait untuk mempertahankan, memperbaiki, mengembangkan unsur kebutuhan mereka, dengan memperhatikan lingkungan dan sumber daya manusia yang terdapat pada warga mereka.  Masyarakat majemuk tanpa konflik jika dipahami secara sepintas merupakan format kehidupan sosial yang mengedepankan semangat demokratis dan menjunjung tinggi nilai-nilai hak asasi manusia.  Dalam masyarakat majemuk yang tanpa konflik, warga bekerjasama membangun ikatan sosial, jaringan produktif dan solidaritas kemanusiaan yang bersifat non-govermental untuk mencapai kebaikan bersama. Beberapa indikator yang dapat digunakan sebagai ukuran dalam mewujudkan tercapainya masyarakat majemuk tanpa konflik, yaitu:
1.      terpeliharanya eksistensi agama atau ajaran-ajaran yang ada dalam masyarakat;
2.      terpelihara dan terjaminnya keamanan,ketertiban, dan keselamatan;
3.      tegaknya kebebasan berpikir yang jernih dan sehat;
4.      terbangunnya eksistensi kekeluargaan yang tenang dan tenteram dengan penuh toleransi dan tenggang rasa e. terbangunnya kondisi daerah yang demokratis, santun, beradab serta bermoral tinggi; dan
5.      terbangunnya profesionalisme aparatur yang tinggi untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik, bersih berwibawa dan bertanggung jawab.
        Kemajemukan (pluralitas) dan keanekaragaman (heterogenitas atau diversitas) masyarakat dan kebudayaan di Indonesia merupakan kenyataan sekaligus keniscayaan, nilai asli masyarakat Indonesia adalah nilai yang di dalamnya melekat dengan konsep multikultural, nilai-nilai seperti toleransi beragama, agregasi sosial, kemajemukan kultural dan etnik, menjadi alasan mengapa para pendiri bangsa ini memilih Pancasila dari pada pada ideologi bernuansa agama.
             Strategi pemberdayaan masyarakat berbasis kearifan lokal di era globalisasi yakni dengan memperkuat nilai-nilai dan norma-norma leluhur dari nenek moyang yang ada di masyarakat agar terjaga utuh kearifan lokal; mempertahankan budaya yang ada di masyarakat dengan bertindak secara rasional sebagai akibat dari arus globalisasi;  menyaring budaya dari luar (globalisasi) dengan menilai baik buruknya pengaruh dalam bidang teknologi dan komunikasi, transportasi, pengembangan media massa, perubahan gaya hidup, pendidikan, budaya, politik, agama, hukum, dll.  Salah satu indikator dari keberdayaan masyarakat adalah kemampuan dan kebebasan untuk membuat pilihan yang terbaik dalam menentukan atau memperbaiki kehidupannya.
          Pada prinsipnya pemberdayaan bukan merupakan suatu program atau kegiatan yang berdiri sendiri. Pemberdayaan merujuk pada serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk mengubah lebih dari satu aspek pada diri dan kehidupan seseorang atau sekelompok orang agar mampu melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk membuat kehidupannya lebih baik dan sejahtera.



Senin, 25 November 2019

Penyimpangan Sosial Di sekolah

Pertemuan ke 2
Kelas 10 IPS 3
Materi                                      Penyimpangan  Sosial  Disekolah



1. Sosialisasi Tidak Sempurna
Jangan heran kalau sekarang ini ada anak umur 5 tahun yang sudah mulai menjadi perokok. Nggak perlu kaget lah Squad. Itu dikarenakan adanya kegagalan dalam proses pengalaman nilai dan norma secara utuh dan benar yang dilakukan pihak keluarga. Biasanya sih orang tuanya nggak mau memperhatikan perkembangan anaknya di rumah. Masa bodo gitu deh.
2. Sub Kebudayaan Menyimpang
Pernah nggak kamu diajak teman kamu bolos sekolah? Nah, itu salah satu contoh dari sub kebudayaan yang menyimpang. Artinya, penyimpangan yang dipelajari dari interaksi kelompok masyarakat yang membuat anggota kelompok masyarakat tersebut ikut melakukan kegiatan penyimpangan
3. Labelling
“Dasar anak malas!”, ucap guru.
“Aaaa….anak malas...anak malas….”, teman-teman sekelasnya mengelu-elukan si A.
Pernah nemu kejadian kayak gitu nggak Squad? Itu namanya labelling atau labelisasi. Pemberian cap atau julukan yang membuat seseorang menjadi terbiasa melakukan tindakan menyimpang.
 4. Permasalahan Ekonomi
Kebutuhan ekonomi yang semakin tinggi kadang memaksa seseorang melakukan tindakan yang tidak mengindahkan norma yang berlaku. Maka, kalau di berita sering adanya penjambretan, pencurian, bahkan begal, bisa saja motif pelakunya ialah karena himpitan ekonomi.
5. Pelampiasan Rasa Kekecewaan
“Aku pokoknya mau mainan itu”
“Nanti ya, Ayah belum ada uang”
“Pokoknya aku mau mainan itu!”, si anak berteriak kepada ayahnya.
6. Perkembangan Teknologi
Di zaman yang serba canggih seperti sekarang ini, semua informasi bisa menyebar dengan cepat. Ya seperti video Pak Joko yang ada di media sosial itu contohnya, langsung bisa disebarluaskan dan ditonton banyak pasang mata. Nah, yang ditakutkan ialah kalau remaja yang menonton video tersebut, kemudian diterapkan kepada guru di sekolahnya, itu yang bahaya. Makanya, tidak menutup kemungkinan kalau perkembangan teknologi juga ikut memilki andil dalam terjadinya penyimpangan sosial.
Hayooo ngaku siapa yang pernah begitu ke ayahnya? Buruan minta maaf deh. Kenapa? Itu salah satu bentuk penyimpangan Squad. Rasa kekecewaan bisa saja dikeluarkan dalam bentuk tindakan yang tidak memperhatikan norma-norma yang berlaku.
                                                Nilai  dan  norma  sosial
1. Nilai Sosial

Beberapa definisi nilai sosial:
•    Kimbbal Young memberikan definisi bahwa nilai sosial adalah asumsi abstrak dan sering tidak disadari tentang apa yang benar dan apa yang pentingan.
•    Menurut A.W. Green nilai sosial adalah kesadaran yang secara relatif berlangsung disertai emosi terhadap objek.
•    Woods memberikan definisi bahwa nilai sosial merupakan petunjuk-petunjuk umum yang telah berlangsung lama yang mengarahkan tingkah laku dan kepuasan dalam kehidupan sehari-hari.
•    Soerjono Soekanto disebutkan bahwa nilai (value) adalah konsepsi-konsepsi abstrak di dalam diri manusia, mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk.
Menurut C.Kluckhohn ( Struktur dan Proses Sosial suatu Pengantar Sosiologi Pembangunan, Soleman b. Taneko,1993) semua nilai kebudayaan alam pada dasarnya mengenali lima masalah pokok , yaitu:
a)    Nilai mengenal hakikat hidup manusia
b)    Nilai mengenai hakikat karya manusia
c)    Nilai  mengenai hakikat dari kedudukan manusia dalam ruang dan waktu
d)    Nilai mengenai hakikat dari hubungan manusia dengan alam sekitar
e)    Nilai mengenai hakikat dari hubungan manusia dengan sesamanya
Jadi nilai sosial adalah sikap dan perasaan yang diterima oleh masyarakat sebagai dasar untuk merumuskan apa yang benar dan penting di masyarakat. Selain itu nilai social dirumuskan sebagai petunjuk dan tafsiran secara social terhadap suatu obyek . Nilai social sifatnya abstrak dan ukuran masing-masing nilai ditempatkan dalam struktur berdasarkan peringkat yang ada masyarakat. Bila sikap dan perasaan tentang nilai social itu diikat bersama seluruh anggota masyarakat sebagai sebuah system, maka disebut system nilai social. Namun kenyataannya orang dapat saja mengembangkan perasaan sendiri yang mungkin saja berbeda dengan perasaan sebagaian besar warga masyarakat.
Dapat disimpulkan bahwa nilai sosial adalah penghargaan yang diberikan masyarakat kepada bentuk sesuatu yang baik, penting, pantas, serta mempunyai daya guna fungsional bagi perkembangan dan kebaikan hidup bersama
2. Jenis Nilai Sosial

1.    Berdasarkan ciri-cirinya
       Nilai dominan
Ø
Nilai dominan adalah nilai yang dianggap lebih penting daripada nilai lainnya. Ukuran dominan tidaknya suatu nilai didasarkan pada hal-hal berikut :
Banyak orang yang menganut nilai tersebut.
ü
Contoh: sebagian besar anggota masyarakat menghendaki perubahan ke arah yang lebih baik di segala bidang, seperti politik, ekonomi, hukum, dan sosial.
Berapa lama nilai tersebut telah dianut oleh anggota masyarakat.
ü
Tinggi rendahnya usaha orang untuk dapat melaksanakan nilai tersebut.
ü
Contoh, orang Indonesia pada umumnya berusaha pulang kampung (mudik) di hari-hari besar keagamaan, seperti Lebaran atau Natal.
    Prestise atau kebanggaan bagi orang yang melaksanakan nilai tersebut.
ü
Contoh:  memiliki mobil dengan merek terkenal dapat memberikan kebanggaan atau prestise tersendiri.
    Nilai mendarah daging (internalized value)Ø
Nilai mendarah daging adalah nilai yang telah menjadi kepribadian dan kebiasaan sehingga ketika seseorang melakukannya kadang tidak melalui proses berpikir atau pertimbangan lagi (bawah sadar). Biasanya nilai ini telah tersosialisasi sejak seseorang masih kecil. Umumnya bila nilai ini tidak dilakukan, ia akan merasa malu, bahkan merasa sangat bersalah.  Contoh: seorang kepala keluarga yang belum mampu memberi nafkah kepada keluarganya akan merasa sebagai kepala keluarga yang tidak bertanggung jawab. Demikian pula, guu yang melihat siswanya gagal dalam ujian akan merasa gagal dalam mendidik anak tersebut.
2.     Menurut Prof. Notonegoro
Prof. Notonegoro membedakan nilai menjadi tiga macam, yaitu:
1)    Nilai Material
yakni meliputi berbagai konsepsi mengenai segala sesuatu yang berguna bagi jasmani manusia.
Contoh : makan, minum, pakaian, Emas dan segala sesuatu yang berguna bagi manusia karena materi tersebut bernilai.
2)    Nilai Vital
yakni meliputi berbagai konsepsi yang berkaitan dengan segala sesuatu yang berguna bagi manusia dalam melaksanakan berbagai aktivitas
Contoh :
–    Kompor mempunyai nilai tertentu karena digunakan untuk memasak. Jika kompor itu rusak maka menjadi tidak bernilai karena tidak dapat digunakan.
–    Kalkulator bagi bendahara
–    Buku paket bagi siswa saat belajar
–    Motor bagi tukang ojek
3)    Nilai Kerohanian

yakni meliputi berbagai konsepsi yang berkaitan dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan kebutuhan rohani manusia: nilai kebenaran, yakni yang bersumber pada akal manusia (cipta), nilai keindahan, yakni yang bersumber pada unsur perasaan (estetika), nilai moral, yakni yang bersumber pada unsur kehendak (karsa), dan nilai keagamaan (religiusitas), yakni nilai yang bersumber pada revelasi (wahyu) dari Tuhan. Nilai ini terbagi menjadi :
1)    Nilai Estetika
Nilai estetika adalah nilai yang terkandung pada suatu benda yang didasarkan pada pertimbangan nialai keindahan, baik dalam keindahan bentuk, keindahan tata warna, keindahan suara maupun keindahan gerak.
2)    Nilai Moral
Nilai moral adalah nilai tentang baik buruknya suatu perbuatan manusia berdasarkan pada nilai – nilai sosial yang bersifat universal
3)    Nilai Religius
Nilai religius atau nilai kepercayaan adalah nilai yang terkandung pada sesuatu berdasarkan atas kepercayaan seseorang terhadap hal tersebut.
4)    Nilai Kebenaran Ilmu Pengetahuan
Nilai kebenaran ilmu pengetahuan adalah niali yang bersumber dari benar atau tidaknya segala sesuatau yang didasarkan pada fakta atau bukti – bukti secara ilmiah. Nilai ini lebih banayak bersumber dari logika manusia serta pengalaman empiris.
3.    Nilai Dalam filsafat
Nilai logika adalah nilai benar salah.
Ø
Contoh: Jika seorang siswa dapat menjawab suatu pertanyaan, ia benar secara logika. Apabila ia keliru dalam menjawab, kita katakan salah. Kita tidak bisa mengatakan siswa itu buruk karena jawabanya salah. Buruk adalah nilai moral sehingga bukan pada tempatnya kita mengatakan demikian.
    Nilai estetika adalah nilai indah tidak indah.Ø
Contoh nilai estetika adalah apabila kita melihat suatu pemandangan, menonton sebuah pentas pertunjukan, atau merasakan makanan, nilai estetika bersifat subjektif pada diri yang bersangkutan. Seseorang akan merasa senang dengan melihat sebuah lukisan yang menurutnya sangat indah, tetapi orang lain mungkin tidak suka dengan lukisan itu. Kita tidak bisa memaksakan bahwa lukisan itu indah.
Nilai etika/moral adalah nilai baik buruk.
Nilai moral adalah suatu bagian dari nilai, yaitu nilai yang menangani kelakuan baik atau buruk dari manusia.moral selalu berhubungan dengan nilai, tetapi tidak semua nilai adalah nilai moral. Moral berhubungan dengan kelakuan atau tindakan manusia. Nilai moral inilah yang lebih terkait dengan tingkah laku kehidupan kita sehari-hari.
4. Ciri-Ciri Dan Fungsi Nilai Sosial

1. Ciri-Ciri Nilai Sosial
a.    Nilai sosial merupakan konstruksi abstrak dalam pikiran orang yang tercipta melalui interaksi sosial,
b.    Nilai sosial bukan bawaan lahir, melainkan dipelajari melalui proses sosialisasi, dijadikan milik diri melalui internalisasi dan akan mempengaruhi tindakan-tindakan penganutnya dalam kehidupan sehari-hari disadari atau tanpa disadari lagi (enkulturasi),
c.    Nilai sosial memberikan kepuasan kepada penganutnya,
d.    Nilai sosial bersifat relative,
e.    Nilai sosial berkaitan satu dengan yang lain membentuk sistem nilai,
f.    Sistem nilai bervariasi antara satu kebudayaan dengan yang lain,
g.    Setiap nilai memiliki efek yang berbeda terhadap perorangan atau kelompok,
h.    Nilai sosial melibatkan unsur emosi dan kejiwaan, dan
i.    Nilai sosial mempengaruhi perkembangan pribadi.
2.    Fungsi nilai sosial.
Nilai Sosial dapat berfungsi:
a.    Sebagai faktor pendorong, berkaitan dengan nilai-nilai yang berhubungan dengan cita-cita atau harapan.
b.    Sebagai petunjuk arah dari cara berpikir, berperasan, dan bertindak; sarana untuk menimbang penilaian masarakat; penentu dalam memenuhi peran sosial; dan pengumpulan orang dalam suatu kelompok sosial.
c.    Sebagai alat pengawas dengan daya tekan  dan pengikat tertentu. Nilai sosial mendorong, menuntun, dan kadang-kadang menekan para individu untuk berbuat dan bertindak sesuai dengan nilai yang bersangkutan. Nilai sosial menimbulkan perasaan bersalah dan meyiksa bagi pelanggarnya.
d.    Sebagai alat solidaritas kelompok atau masarakat.
e.    Sebagai benteng perlindungan atau penjaga stabilitas budaya kelompok atau masarakat.
5. Norma Sosial
1. Pengertian Norma Sosial
Nilai dan norma selalu berkaitan. Walaupun demikian, kebudayaan dapat dibedakan. Untuk melihat kejelasan hubungan antar nilai dengan norma, dapat dinyatakan bahwa norma pada dasarnya adalah juga nilai,tetapi disertai dengan sanksi yang tegas terhadap pelanggarnya. Nilai merupakan sikap dan perasaan-perasaan yang diperlihatkan oleh orang perorangan, kelompok, ataupun masarakat secara keseluruhan tentang baik-buruk, benar-salah,suka-tidak suka, dan sebagainya terhadap objek, baik material maupun nonmaterial.
Norma merupakan aturan-aturan dengan sanksi-sanksi yang dimaksudkan untuk mendorong, bahkan menekan anggota masarakat secara keseluruhan untuk mencapai nilai-nilai sosial. Dengan kata lain, nilai dan norma sosial saling berkaitan dalam mendorong dan menekan anggota masarakat untuk memenuhi  atau mencapai hal-hal yang dianggap baik dalam masarakat.
Norma merupakan ukuran yang digunakan oleh masarakat untuk mengukur apakah tindakan yang dilakukan merupan tindakan yang wajar dan dapat diterima ataukah  merupakan tindakan yang menyimpang kerena tidak sesuai dengan harapan sebagaian besar warga masarakat.
Norma dibangun di atas nilai sosial, dan norma sosial diciptakan untuk menjaga dan mempertahankan nilai sosial.Kalau nilai merupakan pandangan tentang baik-buruknya sesuatu, maka norma merupakan ukuran yang digunakan oleh masyarakat  apakah tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang merupakan tindakan yang wajar dan dapat diterima karena sesuai dengan harapan sebagian besar warga masyarakat ataukah merupakan tindakan yang menyimpang karena tidak sesuai dengan harapan sebagian besar warga masyarakat.
Norma dalam sosiologi adalah seluruh kaidah dan peraturan yang diterapkan melalui lingkungan sosialnya. Norma sosial adalah kebiasaan umum yang menjadi patokan perilaku dalam suatu kelompok masyarakat dan batasan wilayah tertentu. Norma akan berkembang seiring dengan kesepakatan-kesepakatan sosial masyarakatnya, sering juga disebut dengan peraturan sosial
2.     Jenis Norma
                        a. Berdasarkan tingkat sanksi atau kekuatan mengikatnya
1)    Tata cara atau usage
merupakan norma dengan sanksi yang sangat ringat terhadap pelanggarnya. Contoh: Tidak boleh berbicara ketika sedang makan, aturan memegang garpu atau sendok ketika makan, cara memegang gelas ketika minum. Pelanggaran atas norma ini hanya dinyatakan tidak sopan.
2)    Kebiasaan (folkways)
merupakan cara-cara bertindak yang digemari oleh masyarakat sehingga dilakukan berulang-ulang oleh banyak orang.  Contoh: mengucapkan salam ketika bertemu, membungkukkan badan sebagai tanda penghormatan kepada orang yang lebih tua, memberi hadiah kepada orang yang berprestasi, bermaaf-maafan pada hari raya idul fitri, dst.
3)    Tata kelakuan (mores).
Tata kelakuan merupakan norma yang bersumber kepada filsafat, ajaran agama atau ideology yang dianut oleh masyarakat. Pelanggarnya disebut jahat.  Contoh: larangan berzina, berjudi, minum minuman keras, penggunaan napza, mencuri, larangan membunuh, memperkosa dst.
4)    Adat (customs).
Adat merupakan  norma yang tidak tertulis namun sangat kuat mengikat, apabila adat  menjadi tertulis ia menjadi hukum adat. Contoh: Pada masyarakat lampung pubian, disaat hendak menikah dengan lain suku, orang tersebut  harus diangkat/diangkon dalam keluarga lampung, larangan menguburkan jenazah di Bali, dan larangan merusak hutan pada suku Kajang Tana Toa di Sulawesi Selatan dengan sanksi dikucilkan
5)    Hukum (law).
Hukum merupakan norma berupa aturan tertulis, ketentuan sanksi terhadap siapa saja yang melanggar dirumuskan secara tegas. Berbeda dengan norma-norma yang lain, pelaksanaan norma hukum didukung oleh adanya aparat, sehingga memungkinkan pelaksanaan yang tegas. Contoh: Tidak boleh Korupsi, mencuri, membunuh, merampok. Dan sangsinya akan dihukum/dipenjara sesuai dengan ketentuan Undang-undang yang berlaku.
              3.    Norma Social dilihat dari sumber
1)    Norma agama
Norma agama berasal dari Tuhan, pelanggarannya disebut dosa. Norma agama adalah peraturan sosial yang sifatnya mutlak sebagaimana penafsirannya dan tidak dapat ditawar-tawar atau diubah ukurannya karena berasal dari Tuhan. Contoh:
–    “Kamu dilarang membunuh”.
–    “Kamu dilarang mencuri”.
–    “Kamu harus patuh kepada orang tua”.
–    “Kamu harus beribadah”.
–    “Kamu jangan menipu”.
2)    Norma kesusilaan
Norma kesusilaan adalah peraturan sosial yang berasal dari hati nurani yang menghasilkan akhlak, sehingga seseorang dapat membedakan apa yang dianggap baik dan apa pula yang dianggap buruk. Pelanggaran terhadap norma ini berakibat sanksi pengucilan secara fisik (dipenjara, diusir) ataupun batin (dijauhi).
Contoh:
–    “Kamu tidak boleh mencuri milik orang lain”
–    “Kamu harus berlaku jujur”.
–    “Kamu harus berbuat baik terhadap sesama manusia”.
–    “Kamu dilarang membunuh sesama manusia”.
–    Orang yang berhubungan intim di tempat umum akan dicap tidak susila,
–    Melecehkan wanita atau laki-laki di depan orang
3)     Norma kesopanan
Norma kesopanan adalah peraturan sosial yang mengarah pada hal-hal yang berkenaan dengan bagaimana seseorang harus bertingkah laku yang wajar dalam kehidupan bermasyarakat.
Contoh:
–    Tidak meludah di sembarang tempat,
–    memberi atau menerima sesuatu dengan tangan kanan,
–    tidak kencing di sembarang tempat.
–    “Berilah  tempat  terlebih  dahulu   kepada   wanita   di dalam   kereta  api,  bus   dan  lain-lain, terutama wanita yang tua, hamil atau membawa  bayi”
–    “Jangan makan sambil berbicara”.
–    “Janganlah meludah di lantai atau di sembarang tempat” dan.
–    “Orang muda harus menghormati orang yang lebih tua”.
4)     Norma kebiasaan
Norma kebiasaan adalah sekumpulan peraturan sosial yang berisi petunjuk atau peraturan yang dibuat secara sadar atau tidak tentang perilaku yang diulang-ulang sehingga perilaku tersebut menjadi kebiasaan individu. Pelanggaran terhadap norma ini berakibat celaan, kritik, sampai pengucilan secara batin.
Contoh: Membawa oleh-oleh apabila pulang dari suatu tempat, Bersalaman ketika bertemu.
            4.     Fungsi Norma
Fungsi norma sosial antara lain :
a.    Sebagai pedoman atau patokan perilaku dalam bermasyarakat
b.    Merupakan wujud konkret dari nilai-nilai yang ada dalam masyarakat
c.    Suatu standar skala dari berbagai kategori tingkah laku suatu mayarakat